Suaraairlangga.com, Bojonegoro – Bertempat di SMT Bojonegoro, Kamis (02/03/2017). Bupati Bojonegoro, Kang Yoto mengukuhkan orang tua asuh bagi warga kurang mampu dan anak sekolah untuk wilayah tengah, yakni Kecamatan Kapas, Balen, Bojonegoro, Dander, Sukosewu, Temayang dan Kecamatan Bubulan.
Pengukuhan yang diikuti Kepala Desa, Kepala UPT, Kepala Puskesmas, Pengawas, Penilik sekolah, Kepala Sekolah SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK di Kecamatan – Kecamatan tersebut, merupakan salah satu trobosan Bojonegoro untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan di semua kalangan khususnya adalah anak-anak usia sekolah.
“Saat ini jumlah anak putus sekolah di Kecamatan Balen, Kapas, Dander, Bojonegoro, Bubulan, Temayang dan Kecamatan Sukosewu mencapai 8.677, dan Rumah Tangga Miskin mencapai 40.147 keluarga.sehingga individu miskin mencapai 126.490 orang,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro, Drs. Hanafi dalam laporannya.
Selanjutnya Bupati Bojonegoro menyampaikan perbedaan konsep jarak secara fisik, social, dan psikologis. Jarak secara fisik bisa sangat dekat, namun secara sosial dan psikologis belum tentu. Jarak sosial dan fisik ini jika ingin didekatkan harus melalui jarak psikologis yakni mendekatkan dengan hati. maka para pemimpin harus mendoakan mereka yang dipimpin.
“Ini adalah hal yang dicontohkan oleh Rosulullah, bahwa seorang pemimpin harus senantiasa mendoakan rakyatnya. Konsep doa inilah yang luar biasa untuk menghadirkan orang lain dalam hati kita. Jangan ada jarak fisik dan sosial yang dibiarkan semakin jauh sehingga jurang pemisah makin kentara,” jelas Kang Yoto.

Selain itu, Kang Yoto menyampaikan, salah satu pakar menyebutkan “The Strong Of Weekness” bahwa hubungan dengan orang yang tidak dekat maka pertumbuhan hidup akan melaju makin pesat. Karena itu jangan membuat identitas yang berbeda sehingga akan membuat jarak yang semakin tampak.
“Kita semua selama ini masih memperlebar jarak sosial. Manusia dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni nasokah atau orang yang berjauhan secara fisik namun hatinya terasa dekat. dan ghosasah yakni orang yang fisiknya dekat namun hatinya terasa jauh,” paparnya.
Bahkan Kang Yoto mencontohkan, dalam rumah saja bisa terjadi terpisah jaraknya. Salah satunya karena jarak psikologisnya yang jauh ditandai dengan amarah dan suara yang keras. Ini dialami banyak keluarga yang dekat secara fisik namun psikologis mereka sangat jauh. Untuk itu, hari ini kita mengajak anak yatim dan orang miskin dalam jiwa kita ini adalah revolusi jiwa. Revolusi jiwa ini adalah hati yang memaafkan, hati yang penuh kasih.
“Gerakan ini adalah revolusi jiwa kita sendiri, membawa orang miskin dan anak – anak yang bermasalah maka hati kita akan makin kaya, demikian pula rejeki dan hidup kita makin berkah. Banyak orang yang hanya memburu harta atau kedudukan, namun setelah mampu meraihnya justru tidak bahagia karena hati dan jiwanya masih yatim,” imbuhnya.
Kang Yoto menambahkan, bahwa dengan mengasihi dan membantu orang lain akan mendatangkan energi cinta yang senantiasa baru Dengan rasa kasih dan cinta maka kita akan menerima kesalahan orang lain dengan nada kasih bukan amarah sehingga kita akan bertutur dalam bahasa yang diliputi oleh rasa cinta.
“Kepada seluruh hadirin, kami mengajak hati dan jiwa kalian untuk menerima orang miskin dan anak putus sekolah disekitar kita. Masih ada 8.677 anak anak kita di 7 kecamatan yang yang masih belum mengenyam pendidikan. Mereka butuh perhatian dari Bapak/Ibu sekalian yang saat ini telah menjadi orang tua asuhnya,” pungkas Kang Yoto. *[JP]