Oleh : Datuk Abdul Karim Wailissa
Malang merupakan kota yang sangat dikenal dengan Kota Pendidikan, Kota Bunga, Kota Wisata, kadang-kadang dsiebut kota romantis. Berbicara tentang Malang mungkin kita teringat betapa dinginnya kota ini dahulu, khususnya para mahasiswa mungkin akan mengingat betapa dinginnya kota ini disaat fase penerimaan mahasiswa baru.
Tetapi keademan kota ini sekarang sudah bermetafora, dan sedikit demi sedikit semakin menghilang dan tergantikan dengan polusi udara akibat gencarnya industrialisasi dan kepadatan kendaraan, dan demografi yang terkesan tidak terkendali, serta banyak masalah perkotaan lainnya yang harus segera diselesaikan.
Berbicara tentang rindangnya Kota Malang sehingga disebut Kota Bunga, mungkin kita hanya bisa bermain dengan pengetahuan kita yang empiris atau bernostalgia mengenang kota yang dulunya hijau kini berubah menjadi warna-warni, layaknya kampung warna Kampung Jodipan.
Namun kini Malang berubah menjadi kawasan perumahan, sawah-sawah tergelincir menjadi puing-puing beton yang tumbuh dengan gagahnya melahirkan industri-industri yang penuh dengan polusi. Hal ini tentunya harus dikaji dengan betul agar industry yang ada mampu memberikan dampak yang baik untuk masyarakat Kota Malang.
Selain itu, Malang juga dikenal dengan Kota Pendidikan. Dengan berbagai macam sekolah menengah dan perguruan tinggi yang berkualitas dan terakreditasi unggul yang diakui sampai tingkat nasional. Malang menjadi kota yang sangat menarik untuk didatangi oleh anak-anak muda yang ada di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menempuh pendidikan, khususnya pendidikan tinggi.
Selain kualitas lembaga pendidikan yang berkredibilitas, di kota Malang juga menawarkan berbagai literasi dengan harga yang relatif terjangkau. Bisa kita sebut Pasar Willis yang didalamnya menawarkan berbagai macam buku yang bisa di tawar antara pembeli dan penjual, selain itu ada Toko Buku Togamas yang menjual buku secara diskon, dan masih banyak lagi.
Kemudian Malang dikenal juga sebagai Kota Wisata, bukan hanya dari turis lokal yang datang di kota Malang, tetapi turis mancanegara pun tak lupa untuk hadir dan mengunjungi Kota ini. Mulai dari pantai-pantainya, museum, gunung-gunungnya sampai wisata intelektual dan kerohanian.
Dengan berbagai macam predikat dan status yang dipasangkan pada Kota Malang, ada predikat baru yang mulai bumming di Kota Malang dan semoga saja tidak kondang yakni “Malang Kota Parkiran”. Tepat sekali, jika anda berkunjung ke Kota Malang, dan berjalan-jalan melihat indahnya kota malang, maka Anda akan melihat kehijauan alam, eh maaf salah maksudnya orang-orang yang memakai baju berwarna hijau, kadang juga berwarna orange yakni orang-orang yang dilabeli status tukang parkir.
Orang-orang tersebut merupakan masyarakat asli Kota Arema, kadang-kadang ada dari masyarakat luar Kota Malang. Anda akan selalu melihat kehijauan-kehijauan ini, di seluruh lokasi di Kota Malang, baik itu di tempat wisata, warung-warung kopi, tempat hiburan, Alfamart dan Indomaret, Bank, ATM, bahkan tempat peribadatan. Tetapi ada yang membuat saya terasa heran, karena hanya ada satu tempat yang tidak ada orang-orang yang suka memakai baju hijau ini, yakni kantor-kantor pemerintahan.
Apabila anda seorang yang baru berkunjung di Kota Malang, anda akan merasa takjub karena betapa murahnya biaya hidup yang ada di Kota Malang. Makanan dari harga Rp. 5000 – Rp. 15.000, dan anda akan bersenang-senang tanpa harus membuang rupiah dengan banyak. Akan tetapi, hanya ada satu hal yang akan membuat kantung anda semakin menipis yakni biaya parkiran.
Namun jangan salah, setiap anda berjalan-jalan, baik ke tempat wisata, alfamart atau indomaret, bahkan ke ATM dan nongkrong sejenak di warung kopi, anda akan selalu bertemu dengan tukang-tukang parkir dan secara otomatis anda harus mengeluarkan uang untuk biaya jasa para tukang parkir. Dan biaya parkirannya pun tak mau kalah dengan kota-kota besar di Indonesia bahkan mungkin bisa menggeser kota-kota besar dalam nominasi biaya parkir terbesar yakni Rp. 2000 per lokasi.
Dari sisi perekonomian daerah, biaya parkir merupakan salah satu instrument paling memberikan sumbangsih terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang. Sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) Kota Malang Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Restribusi Jasa Umum BAB V, Pasal 18, 19, dan 20 mengenai Restribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.
Paling menarik dalam Perda tersebut adalah isi pasal-pasalnya terutama bunyi pasal 18 yakni “Dengan nama restribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum dipungut restribusi sebagai pembayaran atas jasa pelayanan tempat parkir di tepi jalan umum”.
Ingat, perlu digaris bawahi tentang pelayanan, pelayanan merupakan hal utama yang menjadi sorotan, berbicara tentang pelayanan adalah apakah suatu hal layak menjadi pelayanan, ataukah tidak usah menjadi pelayanan, karena pelayanan tergantung dari subjek dan ruang yang menjadi objek dari pelayanan tersebut serta waktu.
Dalam hal ini, jika pelayanan tersebut mampu memenuhi tiga unsur subjek yang mendapatkan pelayanan dan ruang objek pelayanan serta waktu, maka pelayanan layak untuk diberikan imbal jasa, akan tetapi jika tidak memenuhi unsur tersebut maka tidak layak dilayani atau menjadi suatu pelayanan.
Sebagai contoh, dalam kondisi kenyataan yang terjadi adalah, masih terdapatnya tukang-tukang parkir yang memberikan jasanya di lokasi ATM, Alfamart dan Indomaret. Kita bisa menamakan lokasi ATM sebagai objek pelayanan, dan kita yang mendapatkan pelayanan tersebut sebagai subjek yang dilayani.
Subjek atau seseorang datang ke lokasi ATM hanya untuk kepentingan mereka bertransaksi, yakni mengambil uang atau mentransfer uang dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama, dan kendaraan dari seseorang pun akan tetap aman saja karena masih dapat diawasi sendiri oleh seorang tersebut.
Sehingga orang yang menjadi pelayan untuk seorang tersebut secara tidak langsung tidak memberikan jasanya yang berarti kepada orang atau si subjek. Untuk itu, tidak layak untuk diberikan uang jasa kepada orang yang memberikan jasanya di tempat seperti lokasi ATM tersebut, hal ini juga sama dengan alfamart dan indomaret.
Selain dari unsur pelayanan, Kota Malang juga dikenal sebagai kota yang paling banyak parkir liarnya. Tahun 2016 kemarin, berdasarkan desakan dari masyarakat Kota Malang yang resah dengan Pungutan Liar (Pungli) melalui petisi online, akhirnya Pemerintah Daerah (PEMDA) Kota Malang merespon petisi tersebut dengan melakukan operasi penindakan terhadap parkir liar dari Dinas Perhubungan.
Bahkan Bapak Abah Anton selaku Wali Kota Malang pun ikut turun dalam operasi tersebut. Akan tetapi, operasi tersebut sepertinya hanya merupakan pencitraan dan upaya untuk mengambil simpati masyarakat saja. Karena operasi yang dilakukan tidak ada tindak lanjutnya dan lebih terkesan sporadis atau mencari eksistensi belaka.
Dari segi sosiologis, parkir liar semakin melabeli warga Malang dengan istilah premanisme, karena pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan amanah Perda Nomor 3 tahun 2015 tersebut. Coba saja anda sendiri melakukan observasi, misalnya di lokasi ATM apakah tukang parkir telah memberikan pelayanan yang sesuai dengan Perda Kota Malang atau tidak?.
Karena saat di ATM, malahan setelah kita membunyikan kendaraan kita baru mereka datang meminta bayaran atas jasa mereka, setelah itu pergi lagi, bahkan untuk menyeberang lewat jalan pun harus kita yang bersuara baru mereka membantu kita menyeberangi jalan. Hal itu merupakan tindakan sewenang-wenang dan tindakan sewenang-wenang itu hanya layak disematkan pada preman.
Dari segi pemberdayaan masyarakat, dapat kita lihat bahwa Pemkot tidak memberikan perhatian yang khusus terhadap para tukang-tukang parkir yang mayoritas adalah warga asli Arema. Entah sengaja atau tidak sengaja, bahwa Pemkot Malang sedang menciptakan atau membiarkan masyarakatnya terus terpinggirkan dari roda persaingan, dan apa mereka hanya dimanfaatkan untuk memberikan laba bagi Pemkot.
Sebagai penutup tulisan ini kita dapat berkesimpulan. Jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi, maka Malang sungguh lengkap disebut sebagai Kota Parkiran, di tengah panasnya matahari dan kepadatan kendaraan di Kota Malang. Pemerintah membiarkan masyarakatnya panas memanasi, dan Pemerintah dengan adem-adem duduk di sofa penuh dengan pernak-pernik mewah.
Namun maaf bagi saya, tukang parkir harus diberdayakan bukan hanya terus di pinggiran jalan saja, mereka harus tetap diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, kebebasan, dan pekerjaan yang benar-benar manusiawi. Tak lupa semoga Kota Parkiran tidak menjadi kondang di kota yang disebut Kota Pendidikan tercinta ini, dan tukang-tukang parkir liar yang hanya menguntungkan beberapa golongan tetap harus ditindaklanjuti dan dibersihkan.
Penulis adalah : Ketua Senat Mahasiswa Fakutas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dan Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).