Suaraairlangga.com, Bojonegoro – Dalam rangka Festival Hak Asasi Manusia (HAM) 2016, Universitas Bojonegoro (UNIGORO) menggelar Seminar Umum bertema “Bojonegoro Ramah HAM dalam Prespektif APBD”, di Gedung Mayor Sogo, Unigoro Jl. Lettu Suyitno Bojonegoro, Jawa Timur, Selasa (29/11/2016) siang.
Seminar yang dibuka Ketua Komnas HAM, Imaduddin Rahmad, dan menghadirkan narasumber Dosen Fisip Unigoro, M. Miftakul Huda, Wakil Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Anam Warsito serta lainnya ini, juga untuk memperingati hari HAM 2016.
Dosen Fisip Unigoro, M. Miftahul Huda memaparkan bahwa, pendapatan Daerah Kabupaten Bojonegoro pada APBD Perubahan tahun 2016 ini diproyeksi sebesar Rp. 3.349.994.491.638 dengan pertumbuhan 12,3 persen, sementara dalam KUA PPAS pada tahun 2017 diproyeksi sebesar Rp. 3.269.171.689.938 atau turun 2,4 persen.
Dari jumlah anggaran tersebut, Huda menganalisa Bojonegoro belum memenuhi kriteria sesuai indikator Kabupaten yang ramah HAM. Hal ini karena sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bojonegoro dan implementasi kebijakan anggarannya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi HAM belum berjalan secara maksimal.
“Sumber terbesar PAD Bojonegoro dari dari BLUD (RSUD Kabupaten Bojonegoro) Rp.103.414.785.000 dan Retribusi pelayanan kesehatan tahun 2016 sebesar Rp.22.772.731.450. Padahal harusnya kesehatan yang menjadi hak dasar warga Negara yang dipenuhi Pemerintah sebagai perwujudan implementasi HAM,” katanya.
Selain itu, Huda menjelaskan hasil analisa Lembaga Kajian Anggaran Belanja Daerah Universitas Bojonegoro (UNIGORO), bahwa dari 18 indikator Kabupaten ramah HAM, setidaknya ada 8 indikator yang menunjukan Bojonegoro belum sepenuhnya sebagai Kabupaten ramah HAM. Adapun 8 Indikator itu antara lain :
1. Alokasi Anggaran untuk Kebebasan Berpendapat, Berekspresi dan Budaya HAM serta Kewarganegaraan.
Pada tahun 2016, Peningkatan toleransi dan kerukunan dalam kehidupan beragama hanya dialokasi sebesar Rp. 34 juta dan diproyeksikan naik cukup kecil pada KUA PPAS tahun 2017 sebesar Rp. 41 juta.
Pada belanja kegiatan peningkatan rasa solidaritas dan ikatan sosial di kalangan masyarakat yang pada tahun 2016 dialokasikan sebesar Rp. 356,9 juta, bahkan alokasinya pada tahun 2017 diproyeksi menurun hungga Rp.49 juta.
Yang jauh lebih ironis, sebagai Daerah mencanangkan Kabupaten ramah HAM, alokasi anggaran untuk penengakan HAM tidak dianggarkan pada tahun 2016 dan hanya sebesar Rp. 37 juta pada KUA PPAS tahun anggaran 2017.
2. Transparansi dan Akses Informasi Publik.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk membuka akses informasi publik khususnya anggaran, dengan keterlibatannya pada Open Government Patnership (OGP) untuk membuka seluruh informasi yang menjadi hak dasar masyarakat, patut diapresiasi dan didukung publik.
3. Alokasi Belanja Hak Kesehatan Publik dan Sanitasi.
Anggaran kesehatan untuk kegiatan Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar terutama bagi masyarakat Miskin pada Dinas PU yang pada tahun 2016 dialokasikan sebesar Rp. 6.666.693.000 pada tahun 2017 meningkat sebesar Rp. 18.080.532.660.
Anggaran ini bila diperuntukkan kepada 47.847 Rumah Tangga yang belum memiliki jamban hanya cukup sebagai dana bantuan stimulant dengan dana pembangunannya dari masyarakat miskin sendiri.
Kegiatan membangun kesadaran pola hidup sehat masih cukup kecil, seperti kegiatan Penyuluhan masyarakat pola hidup sehat hanya sebesar Rp. 325.881.500 bahkan diproyeksikan turun pada tahun 2017 hanya sebear Rp. 131.900.000.
4. Alokasi Belanja Perumahaan dan Lingkungan Layak.
Program alokasi belanja Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan Masyarakat kurang mampu hanya mendapatkan sebesar Rp. 656.000.000 sedangkan pada proyeksi KUA PPAS 2017 meningkat menjadi sebesar Rp. 19.475.383.000, sayangnya anggaran ini masih diberi tanda bintang.
5. Alokasi Belanja Perlindungan dari Pelecehan dan Kekerasan.
Issu Perlindungan Perempuan dari Pelecehan dan Kekerasan belum mendaparkan perhatian pemerintah Kabupaten Bojongoro. Alokasi Kegiatan perlindungan perempuan dan pendampingan KDRT sangat memprihatinkan.
Bayangkan untuk kegiatan Pelaksanaan kebijakan perlindungan perempuan di daerah pada APBDP 2016 hanya diproyeksi sebesar Rp. 34.741.000 bahkan proyeksi KUA PPAS 2017 hanya dialokasikan anggaran sebesar Rp. 8.350.000
6. Alokasi Belanja Kesetaraan Gender dan Hak Perempuan.
Anggaran Kabupaten Bojonegoro belum responsif gender, Perempuan belum sepenuhnya mendapatkan Akses, Ruang Partisipasi, Kontrol, dan menjadi penerima Manfaat dari anggaran dan proses penganggaran daerah.
Alokasi belanja daerah untuk pemenuhan Kesetaraan Gender dan pemenuhan Hak Perempuan masih cukup kecil. Hanya pada pelayanan jaminan persalinan yang mendapatkan alokasi hingga mencapai Rp. 2.604.910.000 pada tahun 2016 dan diproyeksi turun pada KUA PPAS 2017 tinggal sebesar Rp. 1.479.825.000
7. Alokasi Belanja Hak Anak, dan Lansia serta Penyandang Disabilitas.
Mendapatkan alokasi yang sangat kecil. Lansia sebagai kelompok rentan mendapatkan alokasi anggaran yang masih cukup sedikit pada tahun 2016 hanya dialokasikan anggaran sebesar Rp. 37.978.600 bahkan pada proyeksi tahun 2017 turun hanya Rp. 35.966.600.
Berkaitan dengan permasalahan kelompok rentan lainnya (anak/orang tua terlantar, fakir miskin, cacat, panti jompo, panti asuhan) yang bagian dari urusan sosial belum mendapatkan alokasi anggaran yang cukup. Bahkan kita bisa lihat fasilitas publik Bojonegoro yang ramah pada kelompok rentan masih belum tampak
8. Alokasi Belanja Hak Mendapatkan Pendidikan dan Belajar Kreatif Alokasi Anggaran pendidikan menempati rangking terbesar belanja daerah, namun 92 persen anggarannya digunakan untuk belanja Gaji.
Alokasi anggaran untuk belanja pendidikan pada Dinas Pendidikan (Disdik) Bojonegoro tahun 2016 sebesar Rp. 907.755.362.126, dari anggaran tersebut Rp. 834.100.752.329 digunakan membiayai gaji pegawai. Besarnya belanja gaji menggerus belanja langsung pendidikan yakni hanya Rp. 73.654.609.797. Belanja urusan pendidikan baik yang dikelola Disdik maupun PU sudah mencapai 27 persen dari APBD tahun 2016.
Namun sebenarnya belanja langsungnya hanya menyerap 2,2 persen dari APBD Kabupaten Bojonegoro. bahkan pada proyeksi KUA PPAS tahun 2017 alokasi belanja langsung pendidikan turun tinggal hanya Rp.62.253.570.213 Alokasi anggaran Honorarium GTT/PTT K2, Non K2 dan Operasional pegawai pendidikan menggerus belanja langsung pendidikan.
Kecilnya belanja langsung pendidikan tidak otomatis untuk anggaran kegiatan yang manfaatnya langsung untuk siswa, anggaran Rp. 73.654.609.797 alokasi terbesarnya digunakan untuk Honorarium GTT/PTT K2 dan Non K2 yakni Rp. 21.651.151.000 atau 29,4 persen dari belanja langsung pendidikan, sementara untuk operasional pegawai sebesar Rp. 7.082.771.800 atau menyerap 10 persen dari belanja langsung.
Dampaknya anggaran pendidikan yang penting untuk kegiatan pengembangan alternatif layanan pendidikan menengah untuk daerah – daerah perdesaan, terpencil dan kepulauan hanya dialokasi sebesar Rp. 470.140.000.
Sementara itu diakhir pemaparannya Huda berharap, dengan seminar ini dapat memberikan masukan yang konstruktif kepada Pemkab Bojonegoro, agar kedepan dalam menentukan implementasi kebijakan anggarannya bisa lebih konsisten menjalankan komitmennya secara penuh sebagai Kabupaten yang Ramah HAM. *[JP]